Pada akhir September 2010, salah seorang anggota komunitas Intertide berkesempatan untuk mengikuti kegiatan “PELAYARAN KEBANGSAAN ILMUWAN MUDA” Bach II Group Biologi yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti dan Puslit Oseanografi. Lokasi pelayaran di perairan sekitar pulau Bangka dan Belitung. Pada saat pelayaran bergabung dengan kelompok CORAL yang objek studinya adalah terumbu karang.
Penelitian dilakukan selama empat hari yaitu tanggal 29 September 2010 sampai 2 September 2010. Penelitian dilakukan di perairan Kabupaten Bangka Barat (pulau Penyusur), Bangka Tengah (pulau Ketawai dan Pasir), dan Bangka Selatan (pulau Kelapan, Seniur, Lepar, Liat, dan Celaka); provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lokasi dan koordinat stasiun pengamatan (GPS) selama penelitian disajikan pada Tabel 1 dan gambar 1.
Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan metode LIT (Line Intercept Transect) (English et al., 1997) sepanjang 10 meter dengan 3 kali replikasi pada setiap stasiun pengamatan (Anonim, 2006). Spesifikasi karang yang dicatat adalah bentuk pertumbuhan karang (lifeform). Semua kategori bentuk pertumbuhan karang dan substrat yang berada tepat di bawah garis transek dicatat dan dihitung panjangnya.
Tabel 1. Lokasi Pengamatan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Sekitar Pulau Bangka
No.
|
Lokasi
|
Posisi geografis
|
Latitude (S)
|
Longitude (E)
|
|
|
|
|
1
|
Timur P. Penyusur |
01031’42.30”
|
105041’26.90”
|
2
|
Barat P. Penyusur |
01031’40.70”
|
105041’15.80”
|
3
|
Timur P. Ketawai |
02016’22.40”
|
106020’09.10”
|
4
|
Utara P. Ketawai |
02015’26.40”
|
106020’03.10”
|
5
|
Barat P. Pasir |
02014’53.50”
|
106022’25.30”
|
6
|
Timur P. Kelapan |
02051’20.30”
|
106051’25.30”
|
7
|
Utara P. Seniur |
02049’52.40”
|
106048’82.20”
|
8
|
Utara P. Lepar |
02052’49.00”
|
106049’33.00”
|
9
|
Barat P. Liat (Pongok) |
02053’37.80”
|
107001’47.00”
|
10
|
Barat P. Celaka (Celagen) |
02052’28.70”
|
107000’35.60”
|
Persentase tutupan untuk masing-masing kategori lifeform karang dapat dicari dengan persamaan berikut;
Persentase tutupan untuk seluruh kategori lifeform karang hidup dapat dicari dengan persamaan berikut;
Nilai tutupan karang tersebut selanjutnya dianalisis berdasarkan kategori tutupan karang yang mengacu pada Gomez dan Yap (1988) sebagai berikut:
(a) 0.0% – 24.9% : buruk
(b) 25% – 49.9% : sedang
(c) 50% – 74.9% : baik
(d) 75% – 100% : sangat baik
(Gomez dan Yap 1988)
Kondisi umum tutupan karang
Secara umum, persentase tutupan karang hidup di perairan sekitar pulau Bangka berkisar antara 40% – 76.1%, dimana perairan di timur dan selatan memiliki persentase tutupan karang hidup yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perairan utara pulau.
Nilai persentase tutupan tertinggi diperoleh pada stasiun 4 (utara pulau Ketawai, 76.1%), 9 (barat pulau Liat, 72.97%) dan 6 (timur pulau Kelapan, 70.2%); sedangkan penutupan terendah terdapat di stasiun 1 (timur pulau Penyusur, 40%), 2 (barat pulau Penyusur, 48%) dan 3 (timur pulau Ketawai, 45.07%). Detail persentase tutupan karang di semua lokasi pengamatan disajikan pada Gambar 2.
Deskripsi kondisi terumbu karang lokasi penelitian
a. Perairan utara Bangka Barat
Lokasi 1 dan 2 yang berada disekitar P. Penyusur merupakan perwakilan dari sisi utara perairan Bangka Barat. Terumbu karang pada lokasi tersebut terutama terdapat pada kedalaman antara 3 – 6 meter dengan kemiringan lereng terumbu sekitar 300. Substrat dasar berupa campuran pasir dan lumpur (silt). Persentase tutupan karang hidup tergolong “sedang” (40%). Pada lokasi 1, tipe bentuk pertumbuhan dominan adalah coral submassive (15.3%) dan foliose (10.7%). Untuk kategori non-coral, persentase tertinggi dimiliki oleh turf algae (31.76%) dan dead coral with algae (16.13%). Profil rata-rata persentase tutupan tiap kategori lifeform karang di P. Penyusur ditunjukkan oleh Gambar 3.
Bentuk pertumbuhan dominan di lokasi 2 tidak terlalu berbeda dengan lokasi 1. Kategori TA dan DCA masih mendominasi dengan persentase masing-masing sebesar 26.7% dan 16.03%. tipe karang dominan adalah coral massive (15.13%) dan foliose (11.87%).
Rendahnya tutupan karang di lokasi-lokasi tersebut diduga disebabkan oleh sedimentasi yang ditunjukkan oleh rendahnya nilai visibility (jarak pandang) yang hanya berkisar antara 2 – 3 meter. Pada saat pengamatan, dijumpai banyak karang yang tertutup oleh partikel sedimen halus. Sedimen dan particulate matter yang tersuspensi dalam air laut sangat mungkin disebabkan oleh faktor antropogenik berupa aktivitas kapal isap timah yang banyak beroperasi disekitar Bangka utara. Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan nelayan lokal yang menyatakan bahwa kekeruhan perairan lebih disebabkan oleh keberadaan dan aktivitas kapal isap timah. Seperti diketahui, dalam operasinya, kapal isap timah membuang limbah tailing (pencucian pasir timah) secara langsung ke laut tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga meningkatkan kekeruhan perairan.
a. Perairan timur Bangka Tengah
Pengamatan kondisi terumbu karang di pantai timur Bangka Tengah dilakukan di kawasan terumbu pulau Ketawai dan Pasir. Pertumbuhan terumbu karang di P. Ketawai dimulai pada kedalaman antara 3 – 10 meter dengan kemiringan lereng antara 35 – 450. Substrat dasar perairan berupa campuran pasir dan lumpur.
Pada sisi timur pulau Ketawai (stasiun 3), tutupan karang hidup sebesar 45.07% (kategori sedang) dengan dominasi bentuk pertumbuhan coral foliose (28.9%) dan coral submassive (8.5%). Pada pengamatan di lokasi 4 (sisi utara P. Ketawai) tutupan karang lebih besar yaitu 76.1% (kategori sangat baik) dengan bentuk pertumbuhan dominan adalah coral foliose dan massive, masing-masing dengan persentase sebesar 39.9% dan 9.77%. Profil rata-rata persentase tutupan setiap lifeform karang di pulau Ketawai dan Pasir ditunjukkan pada Gambar 4 berikut.
Perbedaan kondisi karang di kedua stasiun tersebut lebih disebabkan oleh faktor kekeruhan dan sedimentasi, dimana pada stasiun 3 kekeruhan lebih tinggi daripada stasiun 4. Berdasarkan dominansi jenis, karang Echinopora lamellosa, Merulina ampliata dan Pavona decussata merupakan jenis yang umum dijumpai di stasiun 3. Pada stasiun 4, jenis karang dominan adalah M. ampliata, Pachyseris rugosa, Montipora spp dan Lobophyllia spp.
Pada stasiun 5 (barat P. Pasir), terumbu karang terdapat pada kedalaman 3 – 7 meter. Persentase tutupan karang hidup sebesar 54.43% sehingga kondisi karang dapat dikatakan baik. Terdapat perbedaan komposisi bentuk pertumbuhan dan jenis karang dibandingkan dengan dua stasiun sebelumnya, dimana pada stasiun 5 bentuk pertumbuhan coral branching sangat mendominasi (40.1%), dengan jenis utama adalah Porites cylindrica.
a. Perairan timur Bangka Selatan
Pengamatan kondisi terumbu karang di sisi selatan pulau Bangka dilakukan pada 5 stasiun yaitu sisi timur P. Kelapan, utara P. Seniur, utara P. Lepar, barat P. Liat (Pongok) dan barat P. Celaka (Celagen). Paparan terumbu (reef flat) pada kelima lokasi tersebut ditumbuhi oleh berbagai jenis makroalga terutama Sargassum. Gambar 5 menunjukkan profil tutupan tiap lifeform karang di stasiun 6 – 10.
Pada stasiun 6 (timur P. Kelapan), persentase tutupan karang hidup sebesar 70.2%, bentuk pertumbuhan dominan adalah coral submassive (31%) dengan jenis utama Galaxea fascicularis, diikuti oleh bentuk pertumbuhan coral foliose (21.47%) dengan jenis karang yang umum adalah Pachyseris spp, Montipora sp dan Merulina sp. Stasiun 7 (utara P. Seniur) memiliki persentase tutupan karang yang lebih rendah, hanya sebesar 53.93%. Bentuk pertumbuhan dominan pada lokasi ini adalah coral massive (20.97%) dan coral massive (19%) dengan jenis yang umum dijumpai adalah Platygyra daedalea, Lobophyllia spp, Diploastrea heliopora dan Pavona spp.
Sama halnya di stasiun 7, karang hidup di stasiun 8 (utara P. Lepar) didominasi oleh bentuk pertumbuhan coral massive dan submassive dengan jenis umum antara lain adalah Lobophyllia spp, Favia spp, Favites spp dan Porites spp. Total persentase tutupan karang di lokasi ini sebesar 61.1% sehingga terumbu karang termasuk dalam kategori baik.
Terumbu karang di stasiun 9 (barat P. Liat) dan 10 (barat P. Celaka) memiliki persentase tutupan karang hidup yang relatif baik yaitu 72.7% dan 65.17%. Karang di stasiun 9 didominasi oleh Acropora Branching (35.6%) dan coral massive (20.5%). Jenis karang yang umum dijumpai adalah Acropora formosa, Diploastrea heliopora dan Pachyseris spp. Pada stasiun 10, bentuk pertumbuhan didominasi oleh CF (23.3%) dan coral encrusting (21.37%). Jenis karang yang cukup dominan antara lain adalah Diploastrea heliopora, Pachyseris spp, Turbinaria spp, Merulina sp dan Porites lobata.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di P. Liat (Pongok), terumbu karang di sisi timur pulau memiliki persentase tutupan karang sebesar 73.4% dengan bentuk pertumbuhan utama adalah coral foliose, Acropora branching dan coral branching. Penelitian yang sama di sisi utara P. Celaka (Celagen) menunjukkan bahwa persentase tutupan karang hanya sebesar 45.76% (Siringoringo et al., 2006) atau lebih kecil 19.41% daripada hasil penelitian ini pada terumbu di sisi barat pulau.
Secara keseluruhan, bentuk pertumbuhan karang yang sangat umum ditemukan di lokasi penelitian adalah coral foliose, submassive dan massive. Bentuk-bentuk pertumbuhan tersebut terutama coral foliose merupakan jenis yang umum dijumpai dan mudah beradaptasi pada kondisi perairan yang keruh dan bersedimentasi (Suharsono, 2007). Bentuk karang yang pipih seperti daun dan melebar seperti payung memungkinkan zooxanthellae dapat menyerap maksimal cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Bentuknya yang melebar seperti payung juga dapat menyebabkan karang ini lebih mudah berkompetisi dalam mendapatkan cahaya dan makanan jika dibandingkan dengan jenis karang lainnya. Karang-karang jenis sub massive dan massive juga merupakan jenis karang yang mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap kondisi perairan yang agak keruh.
Sorokin (1993) menyebutkan bahwa masing-masing jenis karang mempunyai strategi untuk dapat hidup dalam kondisi fisik lingkungannya yang disebut r-strategi dan k-strategi. Pada lokasi penelitian sebagian besar karang yang ditemukan mempunyai bentuk adaptasi k-strategi, yaitu mempunyai daya kompetisi tinggi dengan harapan hidup yang panjang tetapi kecepatan pertumbuhannya lambat.
Kondisi perairan di sebagian besar lokasi penelitian yang relatif keruh, bersedimentasi tinggi dan berarus lemah diduga juga menjadi penyebab rendahnya persentase tutupan karang di beberapa stasiun pengamatan, terutama stasiun 1, 2 dan 3. Partikel sedimen dapat menghambat pertumbuhan karang secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung partikel sedimen dapat menutup mulut polip karang dan organ penangkap mangsanya (Supriharyono, 2000). Secara tidak langsung, partikel sedimen akan mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam perairan dan menurunkan laju pertumbuhan karang (Supriharyono 1986 dalam Supriharyono, 2000). Seperti diketahui, cahaya terutama sangat berpengaruh bagi karang hermatipik (karang pembentuk terumbu), karena karang tipe ini memiliki endosimbion alga zooxanthellae yang memerlukan cahaya matahari untuk melangsungkan proses fotosintesis (Supriharyono, 2000). Tanpa pencahayaan yang cukup, laju rata-rata fotosintesis akan menurun, dan akan mengurangi kemampuan karang untuk mensekresikan kalsium karbonat dalam pembentukan terumbu.
Karang jenis Acropora spp relatif jarang dijumpai pada penelitian ini, disebabkan karena kondisi perairan yang relatif keruh dan memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi. Jenis-jenis karang batu dari marga Acropora mempunyai polip yang kecil dan sulit untuk membersihkan diri, sehingga untuk membersihkan dirinya dari partikel-partikel yang melekat, jenis ini membutuhkan arus dan ombak yang cukup kuat (Manuputty, 1990). Koloni karang bercabang yang cukup luas hanya dijumpai di stasiun 9 (barat P. Liat). Hal tersebut mungkin disebabkan karena pada stasiun 9 arus laut cukup kuat sehingga dapat membantu polip karang untuk membersihkan partikel sedimen yang menempel.
Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa pada stasiun-stasiun dengan nilai persentase tutupan karang hidup yang rendah, terutama stasiun 1, 2 dan 3, memiliki persentase tutupan turf algae (TA) yang tinggi (>20%). Keberadaan turf algae dapat menyebabkan terjadinya kompetisi perebutan ruang dan cahaya antara polip karang dengan algae yang dapat menghambat pertumbuhan karang (Connel et al. 2004; Victor 2005), mempengaruhi diversitas karang (Connel et al., 2004) bahkan menyebabkan kematian karang (Jompa dan McCook 2002; Mohammed dan Mohamed 2005).
Filamen-filamen algae yang menutupi polip dapat menyebabkan berkurangnya cahaya yang dapat diterima oleh zooxanthellae (Young dan Avalos, 2006) didalam endoderm polip sehingga mengganggu proses fotosintesis. Zooxanthellae menyuplai sekitar 95% produk fotosintesisnya (berupa asam amino, gula, karbohidrat, dan peptida-peptida pendek) kepada polip inang yang menggunakan nutrisi tersebut untuk respirasi, pertumbuhan, dan penimbunan CaCO3 (Lesser, 2004). Apabila proses fotosintesis terganggu, maka suplai nutrisi untuk karang akan berkurang sehingga menurunkan kemampuan karang untuk tumbuh dan membentuk deposit CaCO3.
Referensi
Anonim. 2006. Manual Monitoring Kesehatan Karang (Reef Health Monitoring). CRITC – COREMAP – LIPI. Jakarta.
Buddemeier, R.W., J.A. Kleypas and R.B. Aronson. 2004. Coral Reefs and Global Climate Change: Potential Contributions of Climate Change to Stresses on Coral Reef Ecosystems. Pew Center on Global Climate Change.
Burke, L., E. Selig, and M. Spalding. 2002. Reefs at Risk in Southeast Asia. World Resources Institute.
Connell, J.H., T.P. Hughes, C.N. Wallace, J.E. Tanner, K.E. Harms, and A.M. Kerr. 2004. A Long-Term Study of Competition and Diversity of Corals. Ecological Monographs 72 (4). 179 – 210.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker (ed.). 1994. Survei Manual for Tropical Marine Research. ASEAN-Australia Marine Science Project. Australian Institute of Marine Science. Townsville.
Jompa, J. and L.J. McCook. 2002. The Effects of Nutrients and Herbivory on Competition Between A Hard Coral (Porites cylindrica) and A Brown Algae (Lobophora variegata). Limnology and Oceanography 47 (2). 527 – 534.
Kunzmann, A. 2002. On The Way to Management of West Sumatra’s Coastal Ecosystems. Naga, The ICLARM Quarterly 25 (1). 4 – 10.
Lesser, M.P. 2004. Experimental Biology of Coral Reef Ecosystems. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 300. 217 – 252.
Manuputty, A.E.W. 1990. Sebaran, Keanekaragaman dan Komposisi Jenis Karang Batu di Perairan Kabil. Dalam: Perairan Pulau Batam, pp. 27-36.
Medrizam, S. Pratiwi, dan Wardiyono. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati di Indonesia: Instrumen Penilaian dan Pemindaian Indikatif/Cepat bagi Pengambil Keputusan. Sebuah Studi Kasus Ekosistem Pesisir Laut. Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Direktorat Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, BAPPENAS. Jakarta.
Mohammed, T.A.A.A. and M.A.W. Mohamed. 2005. Some Ecological Factors Affecting Coral Reef Assemblages Off Hurghada, Red Sea, Egypt. Egyptian Journal of Aquatic Research 31 (1). 133 – 152.
Siringoringo, R.M., Giyanto, A. Budiyanto dan H. Sugiarto. 2006. Komposisi dan Persentase Tutupan Karang Batu Di Perairan Lepar-Pongok, Bangka Selatan. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 41: 71 – 84.
Sorokin YI. 1993. Coral Reef Ecology. Springer-Verlag. New York.
Suharsono. 2007. Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia: Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Ilmu Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 112 hal.
Suharsono. 2008. Jenis-jenis Karang di Indonesia. LIPI Press. Jakarta.
Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Victor, S. 2005. Effects of Sedimentation on Palau’s Coral Reefs. International Coral Reef Initiative (ICRI) GM Japan/Palau (1) 2005/11.1/1.
Young, L.I.Q. and J.E. Avalos. 2006. Reduction of Zooxanthellae Density, Chlorophyll a Concentration, and Tissue Thickness of The Coral Montastrea faveolata (Scleractinia) When Competing With Mixed Turf Algae. Limnology and Oceanography 51 (2). 1159 – 1166.
Kontributor:
Farid K. Muzaki – Institut Teknologi Sepuluh Nopember – Surabaya
Fachril Muhajir – Universitas Hasanuddin – Makassar
Galdi Ariyanto – Universitas Diponegoro – Semarang
Ratih Rimayanti – Universitas Indonesia – Jakarta